Kurban (Bahasa Arab: قربن, transliterasi: Qurban),yang berarti dekat atau mendekatkan atau disebut juga Udhhiyah atau Dhahiyyah secara harfiah berarti hewan sembelihan. Sedangkan ritual kurban adalah salah satu ritual ibadah pemeluk agama Islam, dimana dilakukan penyembelihan binatang ternak untuk dipersembahkan kepada Allah. Ritual kurban dilakukan pada bulan Dzulhijjah pada penanggalan Islam, yakni pada tanggal 10 (hari nahar) dan 11,12 dan 13 (hari tasyrik) bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha.
Historis Kurban
Kisah Habil dan Qabil di kisahkan pada Al-Qur'an :
"Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil)
menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka
diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak
diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti
membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban)
dari orang-orang yang bertakwa". (Al Maaidah: 27).
Disebutkan dalam Al Qur'an, Allah memberi perintah melalui mimpi kepada
Nabi Ibrahim untuk mempersembahkan Ismail. Diceritakan dalam Al Qur'an
bahwa Ibrahim dan Ismail mematuhi perintah tersebut dan tepat saat
Ismail akan disembelih, Allah menggantinya dengan domba. Berikut petikan surah Ash Shaaffaat ayat 102-107 yang menceritakan hal tersebut.
"Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha
bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku
melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa
pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk
orang-orang yang sabar". Tatkala keduanya telah berserah diri dan
Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran
keduanya), dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya
kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi
balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata, dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar". (Ash Shaaffaat: 102-107)
Hukum Menyembelih Hewan Kurban
Setidaknya secara umum hukumnya berkisar pada dua hal, yaitu antara sunnah dan wajib.
A. Sunnah
A. Sunnah
Umumnya
para ulama (jumhur), yaitu mazhab Al-Malikiyah, Asy-syafi'iyah dan
Al-Hanabilah berpendapat bahwa hukum menyembelih hewan qurban bukan
merupakan kewajiban, melainkan hukumnya sunnah.
1. Dalil
1. Dalil
Kenapa hukumnya menjadi sunnah?
Jawabnya karena ada banyak dalil yang menunjukkan bahwa jenis ibadah
ini memang sunnah. Di antaranya adalah hadits-hadits berikt ini:
a. Hadits Rasulullah SAW :
إِذَا دَخَل الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ بَشَرِهِ شَيْئًا
Bila telah memasuki 10 (hari bulan
Zulhijjah) dan seseorang ingin berqurban, maka janganlah dia ganggu
rambut qurbannya dan kuku-kukunya. (HR. Muslim dan lainnya)
Dalam hal ini perkataan Rasulullah SAW bahwa seseorang ingin
berkurban menunjukkan bahwa hukum berkurban itu diserahkan kepada
kemauan seseorang, artinya tidak menjadi wajib melaikan sunnah. Kalau
hukumnya wajib, maka tidak disebutkan kalau berkeinginan.
ثَلاَثٌ هُنَّ عَلَيَّ فَرَائِضَ وَهُنَّ لَكُمْ تَطَوُّع: الوِتْرُ وَالنَّحْرُ وَصَلاَةُ الضُّحَى
Tiga perkara yang bagiku hukumnya
fardhu tapi bagi kalian hukumnya tathawwu' (sunnah), yaitu shalat
witir, menyembelih udhiyah dan shalat dhuha. (HR. Ahmad dan Al-Hakim)
b. Perbuatan Abu Bakar dan Umar
Dalil lainnya adalah atsar
dari Abu Bakar dan Umar bahwa mereka berdua tidak melaksanakan
penyembelihan hewan qurban dalam satu atau dua tahun, karena takut
dianggap menjadi kewajiban. Dan hal itu tidak mendapatkan penentangan dari para shahabat yang lainnya. Atsar ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi.
2. Jenis Hukum Sunnah : Sunnah Muakkadah
Dalam
pandangan jumhur ulama, nilai kesunnahan penyembelihan hewan qurban ini
menduduki posisi yang cukup tinggi, yaitu sunnah muakkadah. Dari
sisi nilainya, jumhur ulama bukan sekedar menyebutkan bahwa menyembelih
hewan qurban itu sunnah, tetapi sunnah yang punya posisi nilai paling
atas, yaitu sunnah muakkadah. Selain ketiga mazhab besar itu,
para shahabat yang termasuk berada pada pendapat ini adalah Abu Bakar
Ash-Shiddiq, Umar bin Al-Khattab, Bilal bin Rabah radhiyallahu'anhum.
Termasuk Abu Ma'sud Al-Badri, Said bin Al-Musayyib, Atha', Alqamah,
Al-Aswad, Ishaq, Abu Tsaur dan Ibnul Munzdir. Bahkan Abu Yusuf meski dari mazhab Al-Hanafiyah, termasuk yang
berpendapat bahwa menyembelih hewan udhiyah tidak wajib, hanya sunnah
muakkadah. Karena bukan wajib, maka kalau pun seseorang yang mampu tapi tidak menyembelih hewan qurban, maka dia tidak berdosa. Apalagi bila mereka memang tergolong orang yang tidak mampu dan
miskin. Namun bila seseorang sudah mampu dan berkecukupan, makruh
hukumnya bila tidak menyembelih hewan qurban.
3. Mazhab As-Syafi'i : Sunnah 'Ain dan Sunnah Kifayah
Yang agak menarik adalah pembagian jenis sunnah 'ain dan sunnnah
kifayah sebagaimana yang dijelaskan oleh Asy-syafi'iyah. Selama ini kita
hanya mengenal adanya fardhu 'ain dan fardhu kifayah saja. Misalnya
shalat lima waktu adalah fardhu 'ain, sedangkan shalat jenazah adalah
fardhu kifayah. Dalam penetapan hukum qurban ini, Asy-Syafi'iyah menyebutkan hukumnya
sebagai sunnah ain buat kepala keluarga, dan sunnah kifayah buat
anggota keluarganya, yaitu anak dan istri yang hidupnya dari nafkah
kepala keluarga. Maksudnya, buat masing-masing kepala keluarga memang disunnahkan
untuk menyembelih hewan qurban, sehingga hukumnya sunnah 'ain. Sedangkan
buat anak dan istrinya, bila kepala keluarganya sudah menyembelih,
cukuplah sembelihan itu buat sekeluarga. Sehingga hukumnya buat anak dan
istri menjadi sunnah kifayah.
Dasarnya adalah hadits nabi SAW berikut ini :
كُنَّا وُقُوفاً مَعَ
النَّبِيِّ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ عَلَى كُلِ
أَهْلِ بَيْتٍ فيِ كُلِّ عَامٍ أُضْحِيَّةِ
Kami wuquf bersama Rasulullah SAW,
Aku mendengar beliau bersabda,"Wahai manusia, hendaklah atas tiap-tiap
keluarga menyembelih udhiyah tiap tahun. (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan At-Tirmizy)
B. Wajib
Sedangkan
pendapat yang mewajibkan terbagi menjadi dua. Pertama, mereka yang
mewajibkan penyembelihan hewan qurban sebagai hukum yang dasar dan asli.
Kedua, mereka yang mewajibkanya sebagai hukum turunan dan bukan hukum
asli.
1. Mazhab Al-Hanafiyah : Wajib
Mazhab Al-Hanafiyah menyebutkan bahwa menyembelih hewan udhiyah
hukumnya wajib bagi tiap muslim yang muqim untuk setiap tahun berulang
kewajibannya.
Selain mazhab Abu Hanifah, yang berpendapat wajib diantaranya
Rabi'ah, Al-Laits bin Saad, Al-Auza'ie, At-Tsauri dan salah satu
pendapat dari mazhab Maliki.
Dalil yang mereka kemukakan sampai bisa mengatakan hukumnya wajib adalah ijtahad dari firman Allah SWT :
فَصَل لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah. (QS. Al-Kautsar : 2)
Menurut mereka, ayat ini berbentuk amr atau perintah. Dan pada
dasarnya setiap perintah itu hukumnya wajib untuk dikerjakan. Selain itu
juga ada sabda Rasulullah SAW berikut ini yang menguatkan, yaitu
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا
Dari Abi hurairah ra berkata bahwa
Rasulullah SAW bersabda,”Siapa yang memiliki kelapangan tapi tidak
menyembelih qurban, janganlah mendekati tempat shalat kami”. (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim menshahihkannya).
Hadits ini melarang orang Islam yang tidak menyembelih udhiyah untuk
tidak mendekati masjid atau tempat shalat. Seolah-olah orang itu bukan
muslim atau munafik.
2. Jumhur : Dari Sunnah Menjadi WajibJumhur ulama menyebutkan bahwa menyembelih hewan qurban bisa saja hukumnya berubah menjadi wajib, yaitu apabila sebelumnya telah dinadzarkan. Nadzar itu sendiri adalah sebuah janji kepada Allah SWT yang apabila permintaannya dikabulkan Allah, maka dia akan melakukan salah satu bentuk ibadah sunnah yang kemudian menjadi wajib untuk dikerjakan. Nadzar untuk menyembelih hewan udhiyah membuat hukumnya berubah dari sunnah menjadi wajib, baik dengan menyebutkan hewannya yang sudah ditentukan, atau tanpa menyebutkan hewan tertentu. Kalau seseorang punya kambing yang menyebutkan bahwa kambingnya akan disembelihnya sebagai udhiyah apabila permohonannya dikabulkan Allah, maka wajib atasnya untuk menyembelih kambing itu, dan tidak boleh diganti dengan kambing yang lain. Sedangkan kalau dia tidak menentukan kambing tertentu, hanya sekedar berjanji untuk menyembelih kambing udhiyah, maka boleh menyembelih kambing yang mana saja.
2. Jumhur : Dari Sunnah Menjadi WajibJumhur ulama menyebutkan bahwa menyembelih hewan qurban bisa saja hukumnya berubah menjadi wajib, yaitu apabila sebelumnya telah dinadzarkan. Nadzar itu sendiri adalah sebuah janji kepada Allah SWT yang apabila permintaannya dikabulkan Allah, maka dia akan melakukan salah satu bentuk ibadah sunnah yang kemudian menjadi wajib untuk dikerjakan. Nadzar untuk menyembelih hewan udhiyah membuat hukumnya berubah dari sunnah menjadi wajib, baik dengan menyebutkan hewannya yang sudah ditentukan, atau tanpa menyebutkan hewan tertentu. Kalau seseorang punya kambing yang menyebutkan bahwa kambingnya akan disembelihnya sebagai udhiyah apabila permohonannya dikabulkan Allah, maka wajib atasnya untuk menyembelih kambing itu, dan tidak boleh diganti dengan kambing yang lain. Sedangkan kalau dia tidak menentukan kambing tertentu, hanya sekedar berjanji untuk menyembelih kambing udhiyah, maka boleh menyembelih kambing yang mana saja.
Kesimpulan
1 Dari
perbedaan pendapat di atas, menurut jumhur ulama bahwa menyembelih hewan qurban
itu hukumnya sunnah. Sehingga bila seseorang yang mampu tidak menjalankannya,
tentu tidak berdosa.
2 Namun
bila seseorang telah bernadzar sebelumnya dan Allah SWT mengabulkan nadzarnya,
hukumnya berubah menjadi wajib. Kalau tidak dikerjakan jadi dosa.
3 Pendapat
yang mewajibkan adalah pendapat sebagian kecil ulama dan bukan mewakili
pendapat mayoritas ulama.
4 Namun
meski hukumnya tidak wajib, tetap saja orang yang mampu dan punya keluasan
harta, sangat dianjurkan untuk menyembelih hewan qurban.
Syarat-Syarat Hewan Kurban
1. Usianya;
hewan kurban yang berupa domba yang dianggap layak adalah yang berumur setengah
tahun, kambing berumur satu tahun, sapi berumur dua tahun, dan unta berumur
lima tahun. Semua hewan itu tidak dibedakan apakah jantan atau betina. Hal itu
berdasarkan dalil-dalil berikut.
a. Riwayat
dari Uqbah bin Amir, ia berkata,”Aku bertanya kepada Rasulullah,’Wahai
Rasulullah saw aku memiliki jadza’ kemudian Rasulullah saw
menjawab,’Berkurbanlah dengannya.” (HR. Bukhori dan Muslim). Jadza’ menurut Abu
Hanifah adalah kambing/domba yang berumur beberapa bulan, sedangkan Imam
Syafi’i berpendapat bahwa kambing yang berumur satu tahun, inilah yang paling
shohih.
b. Sabda
Rasulullah saw,”Janganlah kalian berkurban kecuali yang telah berumur satu tahun
ke atas. Jika hal itu menyulitkanmu maka sembelihlah jaza’ kambing.” (QS.
Muslim) –(Fiqhus Sunnah edisi terjemah juz IV hal 294 – 295)
2. Tidak
ada cacat (aib) pada hewan kurban seperti, picak matanya, pincang, patah
tanduknya, terpotong kupingnya, tidak sakit, tidak terlalu kurus, berdasarkan
sabda Rasulullan saw,”Empat jenis jenis hewan yang tidak boleh dikurbankan :
Yang tampak jelas picak matanya, yang tampak jelas penyakitnya, yang pincang
sekali, dan yang kurus sekali.” (QS. Tirmidzi)
3. Yang
paling utama dari hewan kurban adalah gibas (domba) yang kuat, bertanduk dan
berwarna putih kehitam-hitaman disekitar kedua matanya dan juga di badannya,
berdasarkan riwayat bahwa Rasulullah saw menyembelih hewan yang seperti itu.
Aisyah ra mengatakan,”Sesungguhnya Nabi saw pernah berkurban seekor gibas yang
bertanduk ada warna hitam di badannya, ada warna hitam di kakinya dan ada warna
hitam di kedua matanya.” (QS. Tirmidzi) Tentunya ini adalah yang paling utama
dan bukan berarti hewan yang akan dikurbankan harus seperti ini, karena hal itu
pasti menyulitkan bagi setiap orang yang ingin berkurban.
Tata Cara Penyembelihan Hewan Kurban
1. Mengucapkan nama Allah swt,
firman-Nya,”Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama
Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayatNya.” (QS. Al
An’am : 118) Didalam Shohihain disebutkan bahwa Rasulullah saw menyebut
bismillahirrohmanirrohim saat menyembelih kurbannya.
2. Shalawat atas Nabi saw sebagaimana
disebutkan Imam Syafi’i… Allah swt mengangkat penyebutannya saw dan tidaklah
disebutkan nama Allah kecuali dengan disebutkan juga namanya saw.
3. Menghadapkan sembelihan kearah kiblat,
dikarenakan kiblat adalah arah terbaik dan Rasulullah saw menghadapkan
sembelihannya ke arah kiblat saat menyembelih.
4. Mungucapkan takbir sebagaimana riwayat
dari Anas bahwa Rasulullah saw menyembelih dua ekor gibas yang baik dan
bertanduk dengan tangannya sendiri yang mulia dengan menyebut nama Allah dan
bertakbir.” (HR. Bukhori Muslim)
5. Berdoa, disunnahkan
mengucapkan,”Allahumma minka wa ilaika fataqobbal minniy.—Ya Allah ini dari
Engkau dan kembali kepada-Mu maka terimalah kurban dariku ini” maksudnya adalah
nikmat dan pemberian dari-Mu dan aku mendekatkan diriku kepada-Mu dengannya.
Berdasarkan dalil bahwa Rasulullah saw berkata saat menyembelih dua gibas
itu,”Allahumma taqobbal min Muhammadin wa aali Muhammadin.” (Kifayatul Akhyar
juz II hal 148)
Ada juga yang mengatakan disunnahkan mengucapkan,”Inni wajjahtu
wajhiya lilladzi fathoros samawati wal ardho haniifan wama ana minal
musyrikin, Inna sholati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi robbil
‘alamin, laa syariika lahu wa bidzaalika umirtu wa ana minal muslimin.”
dan tatkala mengelus-elusnya haruslah mengucapkan basmalah dan
takbir,”bismillah wallahu akbar Allahumma hadza minka wa laka.”
(Minhajul Muslim hal 236).
Sabda Rasulullah saw,”Wahai Fatimah, bangkitlah dan saksikanlah
penyembelihan hewan qurbanmu! Sesungguhnya sejak tetes darah pertama
qurbanmu, Allah swt telah mengampuni dosa yang kamu perbuat. Katakanlah,
Inna sholati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi robbil ‘alamin, laa
syariika lahu wa bidzaalika umirtu wa ana minal muslimin. ‘Sesungguhnya
shalatku, ibadahku (sembelihanku), hidupku dan matiku hanya umtuk Allah
Rabb semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya dan demikianlah aku
diperintah dan aku adalah orang yang pertama dari orang-orang yang
pertama dari orang-orang yang menyerahkan diri kepada-nya.” (HR al
Hakim).
Syarat Dan Ketentuan Pembagian Daging Kurban
1 Orang
yang berkurban harus mampu menyediakan hewan sembelihan dengan cara halal tanpa
berutang.
2 Kurban
harus binatang ternak, seperti unta, sapi, kambing, atau biri-biri.
3 Binatang
yang akan disembelih tidak memiliki cacat, tidak buta, tidak pincang, tidak
sakit, dan kuping serta ekor harus utuh.
4 Hewan
kurban telah cukup umur, yaitu unta berumur 5 tahun atau lebih, sapi atau
kerbau telah berumur 2 tahun, dan domba atau kambing berumur lebih dari 1
tahun.
5 Orang
yang melakukan kurban hendaklah yang merdeka (bukan budak), baligh, dan
berakal.
6 Daging
hewan kurban dibagi tiga, 1/3 untuk dimakan oleh yang berkurban, 1/3
disedekahkan, dan 1/3 bagian dihadiahkan kepada orang lain.
Hukum Berkurban Bagi Yang Belum Akikah
Tidak ada dalil yang melarang seseorang
berkurban jika belum melakukan akikah. Dengan kata lain, kurban boleh
dilakukan oleh seseorang meski ia belum melakukan akikahi atau
diakikahi. Dalam hal ini hukum akikah itu sendiri
adalah sunnah muakkadah. Jika mampu hendaknya dilakukan pada hari
ketujuh kelahiran dan jika tidak mampu bisa ditunda kehari keempat
belas, kedua puluh satu, atau kapan saja ia mampu. Bahkan meski sudah
dewasa menurut sebagian ulama.
Namun demikian menurut Imam Ahmad kalau
seseorang sudah berkurban, tidak perlu lagi melakukan akikah karena
qurban tersebut telah mencukupi dan mewakili. Suatu ketika Imam Ahmad
ditanya tentang kurban yang diperuntukkan untuk seorang anak, apakah hal
itu sudah bisa menggantikan akikahnya? Beliau menjawab, "Aku tidak
tahu. Akan tetapi ada yang berpendapat demikian. (Yaitu dari kalangan
tabiin)." Imam Ahmad sendiri menegaskan, "Aku berharap
semoga kurban yang dilakukan bisa menggantikan akikah orang yang belum
diakikahi insya Allah." Demikianlah yang disebutkan dalam kitab Tuhfatul al-Maudud li Ahkamil Mawlud.
Nasehat Untuk Berqurban
1 Jangan
sampai enggan berqurban karena takut harta berkurang.
2 Jangan
sampai enggan berqurban karena khawatir akan kurang modal usaha.
3 Jangan
sampai enggan berqurban karena khawatir tidak bisa hidupi lagi keluarga.
4 Justru
dengan berqurban harta semakin berkah, usaha semakin dimudahkan, segala
kesulitan terangkat, lebih-lebih kesukaran di akhirat.
5 Juga
terbukti, berqurban dan bersedekah tidak pernah menjadikan orang itu miskin.
Atau ada yang pernah lihat ada orang
yang jatuh bangkrut dan miskin gara-gara ikut qurban? Justru yang pelit dengan hartanya yang
biasa merugi dan jatuh pailit.
Noted: Tetap dasari semuanya ikhlas meraih ridha Allah.
Ingatlah yang Allah janjikan,
وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39).
Ingatlah yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ
“Sedekah tidaklah mengurangi harta.” (HR. Muslim no. 2558)
Hanya Allah yang memberi taufik.
Wallahu a'lam bish-shawab
Semoga Bermanfaat Bagi Kita Bersama.
Sumber : wikipedia.org, rumahfiqih.com, eramuslim.com, rumaysho.com, syariahonline.com
0 Comment "Berqurbanlah Dengan Hati Yang Ikhlas"
Post a Comment