Terlebih dahulu kita mulai dari mengenal kata “Pilar”, pilar adalah tiang penguat/penyangga, selanjutnya kita menghubungkan dengan empat pilar kebangsaan, artinya ada empat tiang penguat / penyangga yang sama sama kuat, untuk menjaga keutuhan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Setiap
negara pasti mempunyai pondasi/pilar/dasar-dasar negara, begitu halnya
juga dengan negara Indonesia, negara Indonesia mempunyai pilar-pilar, tidak hanya satu tetapi 4 pilar. Konsep
ini digagas oleh alm Taufik Kiemas, beliau menggagas konsep ini
mengingat empat pilar ini adalah mutlak dan tidak bisa dipisahkan dalam
menjaga dan membangun keutuhan bangsa. Seperti halnya sebuah bangunan
dimana untuk membuat bangunan tersebut menjadi kokoh dan kuat,
dibutuhkan pilar-pilar atau penyangga agar bangunan tersebut dapat
berdiri dengan kokoh dan kuat, begitu halnya juga dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara ini. 4 pilar kebangsaan adalah 4 penyangga yang menjadi panutan dalam keutuhan bangsa indonesia yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Bhineka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Empat pilar kebangsaan yang dikampanyekan untuk menumbuhkan kembali kesadaran cinta tanah air kepada seluruh rakyat Indonesia.
A. Makna dan Isi 4 Pilar Kebangsaan Yang Harus Kita Ketahui Bersama Yaitu :
1. Pilar Pancasila
Pilar pertama bagi tegak kokoh berdirinya negara-bangsa Indonesia
adalah Pancasila. Timbul pertanyaan, mengapa Pancasila diangkat
sebagai pilar bangsa Indonesia. Perlu dasar pemikiran yang kuat dan dapat
dipertanggung jawabkan sehingga dapat diterima oleh seluruh warga bangsa,
mengapa bangsa Indonesia menetapkan Pancasila sebagai pilar
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kita menyadari bahwa negara-bangsa Indonesia adalah negara yang besar,
wilayahnya cukup luas seluas daratan Eropa yang terdiri atas berpuluh negara,
membentang dari barat ke timur dari Sabang sampai Merauke, dari utara ke
selatan dari pulau Miangas sampai pulau Rote, meliputi ribuan kilometer.
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17
000 pulau lebih, terdiri atas berbagai suku bangsa yang memiliki beraneka adat
dan budaya, serta memeluk berbagai agama dan keyakinan, maka belief
system yang dijadikan pilar harus sesuai dengan kondisi negara bangsa
tersebut.
Pancasila dinilai memenuhi syarat sebagai pilar bagi negara-bangsa
Indonesia yang pluralistik dan cukup luas dan besar ini. Pancasila mampu
mengakomodasi keanekaragaman yang terdapat dalam kehidupan negara-bangsa
Indonesia.
Sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung konsep dasar
yang terdapat pada segala agama dan keyakinan yang dipeluk atau dianut oleh
rakyat Indonesia, merupakan common denominator dari berbagai
agama, sehingga dapat diterima semua agama dan keyakinan. Sila kedua, kemanusiaan yang adil dan
beradab, merupakan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Manusia didudukkan
sesuai dengan harkat dan martabatnya, tidak hanya setara, tetapi juga secara
adil dan beradab. Pancasila menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, namun dalam
implementasinya dilaksanakan dengan bersendi pada hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan Sedang kehidupan berbangsa dan bernegara ini adalah
untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan untuk
kesejahteraan perorangan atau golongan. Nampak bahwa Pancasila sangat tepat
sebagai pilar bagi negara-bangsa yang pluralistik.
Pancasila sebagai salah satu pilar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
memiliki konsep, prinsip dan nilai yang merupakan kristalisasi dari belief
system yang terdapat di seantero wilayah Indonesia, sehingga
memberikan jaminan kokoh kuatnya Pancasila sebagai pilar kehidupan berbangsa
dan bernegara.
1). Pancasila sebagai dasar negara
Negara Kesataun Republik Indonesia
Rumusan Pancasila tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, dan dinyatakan
sebagai dasar negara. Dalam setiap dasar negara terdapat dasar fikiran yang
mendasar, merupakan cita hukum ataurechtsidee bagi negara-bangsa
yang bersangkutan. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, di antaranya
disebutkan:. . . , maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan
negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada:
Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawa-ratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila menurut rumusan di atas berkedudukan sebagai dasar negara,
sebagai staatsidee, cita negara sekaligus sebagai cita hukum
atau rechtsidee. Cita hukum memiliki fungsi konstitutif dan
regulatif terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Segala peraturan
perundang-undangan harus merupakan derivasi dari prinsip dan nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Segala peraturan perundangan-undangan yang tidak
konkordan apalagi bertentangan dengan Pancasila, batal demi hukum. Berikut
disampaikan beberapa contoh peraturan perundang-undangan yang merupakan
penjabaran dari Pancasila.
2). Prinsip-prinsip yang terdapat dalam
Pancasila
Konsep dasar religiositas, humanitas, nasionalitas, sovereinitas dan
sosialitas tersebut kemudian terjabar menjadi prinsip berupa lima sila yang
diacu oleh bangsa Indonesia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Oleh Bung Karno sila-sila Pancasila itu disebut the five principles
of Pancasila.
Prinsip adalah gagasan dasar, berupa aksioma atau proposisi awal yang
memiliki makna khusus, mengandung kebenaran berupa doktrin dan asumsi yang
dijadikan landasan dalam menentukan sikap dan tingkah laku manusia. Prinsip
dijadikan acuan dan dijadikan dasar menentukan pola pikir dan pola tindak
sehingga mewarnai tingkah laku pendukung prinsip dimaksud. Sila-sila Pancasila
itulah prinsip-prinsip Pancasila. Berikut disampaikan prinsip-prinsip Pancasila
dan penjabarannya :
a. Ketuhanan
Yang Maha Esa
Dari konsep religiositas terjabar menjadi prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa
yang berisi ketentuan sebagai berikut:
- Pengakuan adanya berbagai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
- Setiap individu bebas memeluk agama dan kepercayaannya
- Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaan kepada pihak lain
- Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing
- Saling hormat-menghormati antar pemeluk agama dan kepercayaan
- Saling menghargai terhadap keyakinan yang dianut oleh pihak lain
- Beribadat sesuai dengan keyakinan agama yang dipeluknya, tanpa mengganggu kebebasan beribadat bagi pemeluk keyakinan lain
- Dalam melaksanakan peribadatan tidak mengganggu ketenangan dan ketertiban umum.
b. Kemanusiaan
yang adil dan beradab
Dari konsep humanitas berkembang menjadi prinsip kemanusiaan yang adil dan
beradab dengan ketentuan-ketentaun sebagai berikut:
- Hormati disposisi/kemampuan dasar manusia sebagai karunia Tuhan dengan mendudukkan manusia sesuai dengan kodrat, harkat dan martabatnya
- Hormatilah kebebasan manusia dalam menyampaikan aspirasi dan pendapat
- Hormatilah sifat pluralistik bangsa
- Kembangkan sikap inklusif, yang bermakna bahwa dalam berhubungan dengan pihak lain tidak bersikap menangnya sendiri, bahwa pendapatnya tidak mesti yang paling benar dan tidak meremehkan pendapat pihak lain.
- Jangan bersifat sektarian dan eksklusif yang terlalu membanggakan kelompoknya sendiri dan tidak memperhitungkan kelompok lain. Sebagai akibat berkembang sikap curiga, cemburu dan berlangsung persaingan yang kurang sehat.
- Hindari sifat formalistik yang hanya menunjukkan perilaku semu. Sikap pluralistik dilandasi oleh sikap saling percaya mempercayai dan saling hormat menghormati. Bahkan harus didasari oleh rasa kasih sayang sehingga dapat mempersatukan keanekaragaman dalam kerukunan.
- Usahakan sikap dan tindakan konvergen bukan divergen. Sikap pluralistik mencari common denominator atau de grootste gemene deeler dan de kleinste gemene veelvoud dari keanekaragaman sebagai common platform dalam bersikap dan bertingkah laku bersama.
- Tidak bersifat ekspansif, sehingga lebih mementingkan kualitas dari pada kuantitas.
- Bersikap toleran, memahami pihak lain serta menghormati dan menghargai pandangan pihak lain.
- Tidak menyentuh hal-hal yang bersifat sensitif pada pihak lain.
- Bersikap akomodatif dilandasi oleh kedewasaan dan pengendalian diri secara prima.
- Hindari sikap ekstremitas dan mengembangkan sikap moderat, berimbang dan proporsional.
c. Persatuan
Indonesia
Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam prinsip Persatuan Indonesia adalah:
- Bangga pada negara-bangsanya atas kondisi yang terdapat pada negara-bangsanya serta prestasi-prestasi yang dihasilkan oleh warganegaranya.
- Cinta pada negara-bangsanya serta rela berkorban demi negara-bangsanya.
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan
- Dalam mengambil keputusan bersama diutamakan musyawarah untuk mencapai mufakat. Win win solution dijadikan acuan dalam mencari kesepakatan bersama. Dengan cara ini tidak ada yang merasa dimenangkan dan dikalahkan.
- Dalam mencari kesepakatan bersama tidak semata-mata berdasarkan pada suara terbanyak, tetapi harus berlandasan pada tujuan yang ingin diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Setiap keputusan bersama harus mengandung substansi yang mengarah pada terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia serta terwujud dan kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Tidak menerapkan prinsip tirani minoritas dan hegemoni/dominasi mayoritas. Segala pemangku kepentingan atau stakeholders dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dilibatkan dalam penetapan kebijakan bersama sesuai dengan peran, kedudukan dan fungsi masing-masing.
- Mengacu pada prinsip politiek-economische demokratie (Bung Karno), bahwa demokrasi harus mengantar rakyat Indonesia menuju keadilan dan kemakmuran,sociale rechtvaar-digheid.
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia
Berisi ketentuan sebagai berikut:
- Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan
- Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasasi hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara;
- Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
- Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara
- Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
- Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
- Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan serta wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
- Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
3). Nilai-nilai
yang terdapat dalam Pancasila
a. Kedamaian
Kedamaian adalah situasi yang menggambarkan tidak adanya konflik dan kekerasan.
Segala unsur yang terlibat dalam suatu proses sosial berlangsung secara
selaras, serasi dan seimbang, sehingga menimbulkan keteraturan, ketertiban dan
ketenteraman. Segala kebutuhan yang diperlukan oleh manusia dapat terpenuhi,
sehingga tidak terjadi perebutan kepentingan. Hal ini akan terwujud bila segala
unsur yang terlibat dalam kegiatan bersama mampu mengendalikan diri.
b. Keimanan
Keimanan adalah suatu sikap yang menggambarkan keyakinan akan adanya
kekuatan transendental yang disebut Tuhan Yang Maha Esa. Dengan keimanan
manusia yakin bahwa Tuhan menciptakan dan mengatur alam semesta. Apapun yang
terjadi di dunia adalah atas kehendak-Nya, dan manusia wajib untuk menerima
dengan keikhlasan.
c. Ketaqwaan
Ketaqwaan adalah suatu sikap berserah diri secara ikhlas dan rela diatur
oleh Tuhan Yang Maha Esa, bersedia tunduk dan mematuhi segala perintah-Nya
serta menjauhi segala larangan-Nya.
d. Keadilan
Keadilan adalah suatu sikap yang mampu menempatkan makhluk dengan segala
permasalahannya sesuai dengan hak dan kewajiban serta harkat dan martabatnya
secara proporsional diselaraskan dengan peran fungsi dan kedudukkannya.
e. Kesetaraan
Kesetaraan adalah suatu sikap yang mampu menempatkan kedudukan manusia
tanpa membedakan jender, suku, ras, golongan, agama, adat dan budaya dan
lain-lain. Setiap orang diperlakukan sama di hadapan hukum dan memperoleh
kesempatan yang sama dalam segenap bidang kehidupan sesuai dengan potensi dan
kemampuan yang dimilikinya.
f. Keselarasan
Keselarasan adalah keadaan yang menggambarkan keteraturan, ketertiban dan
ketaatan karena setiap makhluk melaksanakan peran dan fungsinya secara tepat
dan proporsional, sehingga timbul suasana harmoni, tenteram dan damai. Ibarat
suatu orkestra, setiap pemain berpegang pada partitur yang tersedia, dan setiap
pemain instrumen melaksanakan secara taat dan tepat, sehingga terasa suasana
nikmat dan damai.
g. Keberadaban
Keberadaban adalah keadaan yang menggambarkan setiap komponen dalam kehidupan
bersama berpegang teguh pada ketentuan yang mencerminkan nilai luhur budaya
bangsa. Beradab menurut bangsa Indonesia adalah apabila nilai yang terkandung
dalam Pancasila direalisasikan sebagai acuan pola fikir dan pola tindak.
h. Persatuan dan Kesatuan
Persatuan dan kesatuan adalah keadaan yang menggambarkan masyarakat majemuk
bangsa Indonesia yang terdiri atas beranekaragamnya komponen namun mampu
membentuk suatu kesatuan yang utuh. Setiap komponen dihormati dan menjadi
bagian integral dalam satu sistem kesatuan negara-bangsa Indonesia.
2. Pilar Undang-Undang
Dasar
Pilar kedua kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia adalah
Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka memahami dan mendalami UUD 1945, diperlukan
memahami lebih dahulu makna undang-undang dasar bagi kehidupan berbangsa
dan bernegara dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.
Tanpa memahami prinsip yang terkandung dalam Pembukaan tersebut tidak mungkin
mengadakan evaluasi terhadap pasal-pasal yang terdapat dalam batang tubuhnya
dan barbagai undang-undang yang menjadi derivatnya.
1). Makna Undang-Undang Dasar
Beberapa pihak membedakan antara pengertian konstitusi dan undang-undang
dasar. Misal dalam kepustakaan Belanda, di antaranya yang disampaikan oleh L.J.
van Apeldoorn, bahwa konstitusi berisi seluruh peraturan-peraturan dasar, baik
yang tertulis maupun yang tidak tertulis, yang berisi prinsip-prinsiup dan
norma-norma hukum yang mendasari kehidupan kenegaraan, sedang undang-undang
dasar hanya memuat bagian yang tertulis saja. Istilah undang-undang dasar
sangat mungkin terjemahan dari grondwet (bahasa Belanda), yang
berasal dari kata grond yang bermakna dasar dan wet yang
berarti hukum, sehingga grondwet bermakna hukum dasar. Atau
mungkin juga dari istilah Grundgesetz yang terdiri dari
kata Grund yang bermakna dasar dan Gesetz yang
bermakna hukum. Sangat mungkin para founding fathers dalam
menyusun rancangan UUD mengikuti pola pikir ini, hal ini terbukti dalam Penjelasan
UUD 1945 dinyatakan hal sebagai berikut:
Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukum dasar
negara itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedang
disampingnya Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak
tertulis, ialah atura-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis.
Konstitusi berasal dari istilah Latin constituere, yang
artinya menetapkan atau menentukan. Dalam suatu
konstitusi terdapat ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dasar dan kewajiban
warganegara suatu negara, perlin-dungan warganegara dari tindak sewenang-wenang
sesama warganegara maupun dari penguasa. Konstitusi juga menentukan
tatahubungan dan tatakerja lembaga yang terdapat dalam negara, sehingga
terjalin suatu sistem kerja yang efisien, efektif dan produktif, sesuai dengan
tujuan dan wawasan yang dianutnya.
Begitu banyak definisi tentang konstitusi, namun dari definisi-definisi
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa konstitusi adalah:
- Keseluruhan peraturan-peraturan dasar suatu bangsa, negara atau organisasi politik, body politics, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis;
- Berisi ketentuan-ketentuan yang menetapkan pendistribusian kekuasaan yang berdaulat pada unsur, unit atau lembaga yang terdapat dalam organisasi politik atau negara dimaksud, secara horizontal dan vertikal dalam kehidupan bersama;
- Peraturan-peraturan dasar tersebut mengan-dung prinsip-prinsip dan norma-norma yang mendasari kehidupan bersama
- Mengatur hak dan kewajiban dari segala unsur yang terlibat dalam kehidupan berma-syarakat dan atau bernegara;
- Menjamin dan melindungi hak-hak tertentu rakyat atau anggotanya.
2). Prinsip-prinsip yang terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945 ini.
a. Sumber Kekuasaan
Di alinea ketiga
disebutkan bahwa “pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia itu atas berkat
rahmat Allah Yang Maha Kuasa,” yang bermakna bahwa kemerdekaan yang
dinyatakan oleh bangsa Indonesia itu semata-mata karena mendapat rahmat dan
ridho Allah Yang Maha Kuasa. Suatu pengakuan adanya suatu kekuasaan di atas
kekuasaan manusia yang mengatur segala hal yang terjadi di alam semesta ini.
Dengan kata lain bahwa kekuasaan yang diperoleh rakyat Indonesia dalam
menyatakan kemerdekaan dan dalam mengatur kehidupan kenegaraan bersumber dari
Allah Yang Maha Kuasa. Hal ini ditegaskan lebih lanjut dalam dasar negara sila
yang pertamaKetuhanan Yang Maha Esa.
Namun di sisi lain,
pada alinea ke-empat disebutkan bahwa “Negara Republik Indonesia tersusun
dalam bentuk kedaulatan rakyat,” yang berarti bahwa sumber kekuasaan juga
terletak di tangan rakyat. Hal ini ditegaskan lebih lanjut dalam Bab I, pasal 1
ayat (2) yang menyatakan bahwa “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, . .
. “
Dari frase-frase
terbut di atas jelas bahwa sumber kekuasaan untuk mengatur kehidupan kenegaraan
dan pemerintahan di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini bersumber dari Tuhan
Yang Maha Esa dan Rakyat. Terdapat dua sumber kekuasaan yang diametral.
Perlu adanya suatu
pola sistem penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang bersumber dari dua
sumber kekuasaan tersebut. Perlu pemikiran baru bagaimana meng-integrasikan dua
sumber kekuasaan tersebut sehingga tidak terjadi kontroversi.
b. Hak Asasi Manusia
Dalam Pembukaan UUD 1945, pernyataan mengenai hak asasi manusia tidak
terumuskan secara eksplisit. Namun bila kita cermati dengan seksama akan nampak
bahwa dalam Pembukaan UUD 1945 memuat begitu banyak frase yang berisi muatan
hak asasi manusia. Berikut disampaikan beberapa rumusan yang menggambarkan
tentang kepedulian para founding fathers tentang hak asasi
manusia yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 :
- Kemerdekaan yang dinyatakan oleh rakyat dan bangsa Indonesia adalah untuk “menciptakan kehidupan kebangsaan yang bebas,”salah satu hak asasi manusia yang selalu didambakan, dan dituntut oleh setiap manusia.
- Kemerdekaan Negara Indonesia berciri merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, merupakan gambaran tentang negara yang menjunjung hak asasi manusia. Hak kebebasan dan mengejar kebahagiaan diakui di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Keseluruhan alinea kesatu Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu pernyataan tentang hak asasi manusia, yakni kebebasan dan kesetaraan. Kemerdekaan, perikemanusiaan dan perikeadilan merupakan realisasi hak kebebasan dan kesetaraan.
- Sementara pasal 27, 28, 29, 30dan 31 dalam batang tubuh UUD 1945 adalah pasal-pasal yang merupakan penjabaran hak asasi manusia.
- Dari frase-frase yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945, dan beberapa pasal dalam UUD 1945 telah memuat ketentuan mengenai hak asasi manusia. Tidak benar bila UUD 1945 yang asli tidak mengakomodasi hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, apalagi setelah diadakan perubahan UUD.
c. Sistem Demokrasi
Sistem pemerintahan bagi bangsa Indonesia terdapat dalam dalam alinea
ke-empat yang menyatakan:” maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia
itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam
suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasar kepada Ketuhan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan berasab,
Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
keadilan srosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Frase ini menggambarkan sistem
pemerintahan demokrasi.
Istilah kedaulatan rakyat atau kerakyatan adalah identik dengan demokrasi.
Namun dalam penerapan demokrasi disesuaikan dengan adat budaya yang berkembang
di Negara Indonesia. Sumber kekuasaan dalam berdemokrasi adalah dari Tuhan Yang
Maha Esa sekaligus dari rakyat. Dalam menemukan sistem demokrasi di Indonesia
pernah berkembang yang disebut “demokrasi terpimpin,” suatu ketika “demokrasi
Pancasila,” ketika lain berorientrasi pada faham liberalisme.
d. Faham Kebersamaan,
Kegotong-royongan
Dalam Pembukaan UUD 1945 tidak diketemukan istilah individu atau orang,
berbeda dengan konstitusi Amerika Serikat, bahwa konstitusinya adalah untuk
mengabdi pada kepentingan individu. Begitu banyak istilah bangsa diungkap
dalam Pembukaan UUD 1945. Nampak dengan jelas bahwa maksud didirikannya Negara
Republik Indonesia yang utama adalah untuk melayani kepentingan bangsa dan
kepentingan bersama. Hal ini dapat ditemukan dalam frase sebagai berikut :
- Misi Negara di antaranya adalah “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,” bukan untuk melindungi masing-masing individu. Namun dengan rumusan tersebut tidak berarti bahwa kepentingan individu diabaikan.
- Yang ingin diwujudkan dengan berdirinya Negara Indonesia adalah ;”suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indnesia.” Sekali lagi dalam rumusan tersebut tidak tersirat dan tersurat kepentingan pribadi yang ditonjolkan, tetapi keseluruhan rakyat Indonesia.
3. Pilar Bhinneka Tunggal Ika
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan pertama kali oleh mPu Tantular,
pujangga agung kerajaan Majapahit yang hidup pada masa pemerintahan Raja
Hayamwuruk, di abad ke empatbelas (1350-1389). Sesanti tersebut terdapat dalam
karyanya; kakawin Sutasoma yang berbunyi “Bhinna ika tunggal ika, tan hana
dharma mangrwa, “ yang artinya “Berbeda-beda itu, satu itu, tak ada
pengabdian yang mendua.” Semboyan yang kemudian dijadikan prinsip dalam
kehidupan dalam pemerintahan kerajaan Majapahit itu untuk mengantisipasi adanya
keaneka-ragaman agama yang dipeluk oleh rakyat Majapahit pada waktu itu.
Meskipun mereka berbeda agama tetapi mereka tetap satu dalam pengabdian.
Pada tahun 1951, sekitar 600 tahun setelah pertama kali semboyan Bhinneka
Tunggal Ika yang diungkap oleh mPu Tantular, ditetapkan oleh pemerintah
Indonesia sebagai semboyan resmi Negara Republik Indonesia dengan Peraturan
Pemerintah No.66 tahun 1951. Peraturan Pemerintah tersebut menentukan bahwa
sejak 17 Agustus 1950, Bhinneka Tunggal Ika ditetapkan sebagai seboyan yang
terdapat dalam Lambang Negara Republik Indonesia, “Garuda Pancasila.” Kata “bhinna
ika,” kemudian dirangkai menjadi satu kata “bhinneka”. Pada
perubahan UUD 1945 yang kedua, Bhinneka Tunggal Ika dikukuhkan sebagai semboyan
resmi yang terdapat dalam Lambang Negara, dan tercantum dalam pasal 36a UUD
1945.
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang mengacu pada bahasa Sanskrit, hampir
sama dengan semboyan e Pluribus Unum, semboyan Bangsa
Amerika Serikat yang maknanyadiversity in unity, perbedaan dalam kesatuan.
Semboyan tersebut terungkap di abad ke XVIII, sekitar empat abad setelah mpu
Tantular mengemukakan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Sangat mungkin tidak ada
hubungannya, namun yang jelas konsep keanekaragaman dalam kesatuan telah
diungkap oleh mPu Tantular lebih dahulu.
4. Pilar Negara Kesatuan Republik Indonesia
NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia),
adalah bentuk dari negara Indonesia, dimana negara Indonesia yang merupakan
negara kepulauan, selain itu juga bentuk negaranya adalah republik, kenapa
NKRI, karena walaupun negara Indonesia terdiri dari banyak pulau, tetapi tetap
merupakan suatu kesatuan dalam sebuah negara dan bangsa yang bernama Indonesia.
Keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak dapat dipisahkan
dari peristiwa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, karena melalui peristiwa
proklamasi tersebut bangsa Indonesia berhasil mendirikan negara sekaligus
menyatakan kepada dunia luar (bangsa lain) bahwa sejak saat itu telah ada
negara baru yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut C.F. Strong negara kesatuan ialah bentuk negara di mana wewenang
legislatif tertinggi dipusatkan dalam satu badan legislatif nasional/pusat.
Kekuasaan terletak pada pemerintah pusat dan tidak pada pemerintah daerah.
Pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk menyerahkan sebagian sepenuhnya
terletak pada pemerin-tah pusat. Dengan demikian maka kedaulatannya tidak
terbagi. Marilah kita mencoba menelaah, sejauh mana Pembukaan UUD 1945
memberikan akomodasi terhadap bentuk negara tertentu, federasi atau kesatuan.
Pada alinea kedua disebutkan :” . . . dengan selamat sentosa
mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara
Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.” Kata atau
istilah bersatu tidak dapat dimaknai bahwa kedaulatan negara terpusat atau
terdistribusi pada pemerintah pusat dan negara bagian, sehingga tidak
dapat dijadikan landasan untuk menentukan apakah Negara Republik Indonesia
berbentuk federal atau kesatuan.
Mungkin salah satu landasan argument bagi bentuk negara adalah rumusan sila
ketiga yakni “persatuan Indonesia.” Landasan inipun dipandang tidak kuat
sebagai argument ditentukannya bentuk negara kesatuan. Untuk itu perlu
dicarikan landasan pemikiran mengapa bangsa Indonesia menentukan bentuk Negara
Kesatuan, bahkan telah dinyatakan oleh berbagai pihak sebagai ketentuan final.
Bentuk Negara Kesatuan adalah ketentuan yang diambil oleh para founding
fathers pada tahun 1945 berdasarkan berbagai pertimbangan dan hasil
pembahasan yang cukup mendalam. Namun dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia
pernah juga menerapkan bentuk negara federal sebagai akibat atau konsekuensi
hasil konferensi meja bundar di Negeri Belanda pada tahun 1949. Namun
penerapan pemerintah federal ini hanya berlangsung sekitar 7 bulan untuk
kemudian kembali menjadi bentuk Negara kesatuan.
Sejak itu Negara Replublik Indonesia berbentuk kesatuan sampai dewasa ini,
meskipun wacana mengenai negara federal masih sering timbul pada permukaan,
utamanya setelah Negara-bangsa Indonesia memasuki era reformasi. Namun
nampaknya telah disepakati oleh segala pihak bahwa bentuk negara kesatuan
merupakan pilihan final bangsa.
Untuk dapat memahami bagaimana pendapat para founding fathers tentang
negara kesatuan ini ada baiknya kita sampaikan beberapa pendapat anggota Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Bung Karno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945, di antaranya
mengusulkan sebagai dasar negara yang akan segera dibentuk adalah faham
kebangsaan, sebagai landasan berdirinya negara kebangsaan atau nationale
staat. Berikut kutipan beberapa bagian dari pidato tersebut. “Di antara
bangsa Indonesia, yang paling ada le desir d’etre ensemble, adalah
rakyat Minangkabau, yang banyaknya kira-kira 2 ½ milyun. Rakyat ini merasa
dirinya satu keluarga. Tetapi Minangkabau bukan suatu kesatuan, melainkan hanya
satu bagian daripada satu kesatuan. Penduduk Yogya pun adalah merasa le
desir d’etre ensemble, tetapi Yogya pun hanya sebagian kecil daripada satu
kesatuan. Di Jawa Barat Rakyat Pasundan sangat merasakan le desir
d’etre ensemble, tetapi Sunda pun satu bagian kecil daripada kesatuan.
Dari kutipan pidato tersebut tidak dapat dijadikan landasan argumentasi
bagi terbentuknya negara kesatuan. Apalagi kalau kita ikuti lebih lanjut pidato
Bung Karno yang justru memberikan gambaran negara kebangsaan pada negara-negara
federal seperti Jermania Raya, India dan sebagainya. Dengan demikian sila
ketiga Pancasila “persatuan Indonesia,” tidak menjamin terwujudnya negara
berbentuk kesatuan, tetapi lebih ke arah landasan bagi terbentuknya negara
kebangsaan atau nation-state.
Untuk mencari landasan bagi Negara kesatuan para founding fathers lebih
mendasarkan diri pada pengalaman sejarah bangsa sejak zaman penjajahan, waktu
perjuangan kemerdekaan sampai persiapan kemerdekaan bangsa Indonesia. Penjajah
menerapkan pendekatan devide et impera, atau pecah dan kuasai.
Pendekatan tersebut hanya mungkin dapat diatasi oleh persatuan dan kesatuan.
Sejarah membuktikan bahwa perjuangan melawan penjajah selalu dapat dipatahkan
oleh penjajah dengan memecah dan mengadu domba. Hal ini yang dipergunakan
sebagai alasan dan dasar dalam menentukan bentuk negara kesatuan.
B. Cara Menjaga Empat Pilar Kebangsaan
Ada empat pendekatan untuk menjaga empat
pilar kebangsaan yang terdiri dari Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika,
dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keempat pendekatan tersebut yaitu
pendekatan kultural, edukatif, hukum, dan struktural, dibutuhkan karena saat
ini pemahaman generasi muda terhadap 4 pilar kebangsaan menipis :
- Pendekatan kultural adalah dengan memperkenalkan lebih mendalam tentang budaya dan kearifan lokal kepada generasi muda. Hal ini dibutuhkan agar pembangunan oleh generasi muda di masa depan tetap mengedepankan norma dan budaya bangsa. Pembangunan yang tepat, harus memperhatikan potensi dan kekayaan budaya suatu daerah tanpa menghilangkan adat istiadat yang berlaku. Generasi muda saat ini adalah calon pemimpin bangsa, harus paham norma dan budaya leluhurnya. Sehingga di masa depan tidak hanya asal membangun infrasturktur modern, tetapi juga menyejahterakan masyarakat.
- Pendekatan edukatif perlu karena saat ini sangat marak aksi kriminal yang dilakukan generasi muda, seperti tawuran, pencurian, bahkan pembunuhan. Kebanyakan aksi tersebut terjadi saat remaja berada di luar sekolah maupun di luar rumah. Oleh sebab itu perlu ada pendidikan di antara kedua lembaga ini. Di rumah kelakuannya baik, di sekolah juga baik. Namun ketika di antara dua tempat tersebut, kadang remaja berbuat hal negatif. Ini yang sangat disayangkan. Orangtua harus mencarikan wadah yang tepat bagi anaknya untuk memaknai empat pilar kebangsaan semisal lewat kegiatan di Pramuka.
- Pendekatan hukum adalah segala tindakan kekerasan dalam bentuk apapun harus ditindak dengan tegas, termasuk aksi tawuran remaja yang terjadi belakangan. Norma hukum harus ditegakkan agar berfungsi secara efektif sehingga menimbulkan efek jera bagi pelaku kriminal sekaligus menjadi pelajaran bagi orang lain.
- Pendekatan yang terakhir adalah pendekatan struktural. Keempat pilar ini perlu terus diingatkan oleh pejabat di seluruh tingkat. Mulai dari Ketua Rukun Tetangga, Rukun Warga, kepala desa, camat, lurah sampai bupati/wali kota hingga gubernur.
Salah satu solusi menjawab krisis moral
yang terjadi di Indonesia adalah melalui penguatan pendidikan kewarganegaraan.
Pendidikan ini memperkokoh karakter bangsa dimana warga negara dituntut lebih
mandiri, tanggung jawab, dan mampu menghadapi era globalisasi melalui transmisi
empat pilar.
Fungsi Pancasila adalah sebagai petunjuk
aktivitas hidup di segala bidang yang dilakukan warga negara Indonesia.
Kelakuan tersebut harus berlandaskan sila-sila yang terdapat di Pancasila. Sedangkan UUD 1945 merupakan
konstitusi negara yang mengatur kewenangan tugas dan hubungan antar lembaga
negara. Hal ini menjiwai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan
sadar segenap warga bangsa untuk mempersatukan wilayah nusantara. Semboyan
Bhinneka Tunggal Ika melengkapi ketiga hal tersebut karena mengakui realitas
bangsa Indonesia yang majemuk namun selalu mencita-citakan persatuan dan
kesatuan.
Marilah Kita semua sebagai warga Negara Indonesia yang mencintai perdamaian untuk mengimplementasikan atau dapat mengambil hikmah dari 4 Pilar Kebangsaan ini dengan saling menghormati satu sama lain, agar kita tidak mudah goyah, tidak mudah terhasut, tidak saling bentrok, tidak saling caci maki, tidak saling fitnah dan tidak mudah di adu domba oleh pihak asing atau pihak manapun yang ingin bangsa yang kita cintai ini tercerai berai dan tidak bersatu.
Referensi : Diambil dari berbagai sumber.
0 Comment "Mari Kita Tumbuhkan Kesadaran Cinta Tanah Air Dengan Empat Pilar Kebangsaan Indonesia"
Post a Comment